Hanya butuh waktu 1.5 jam bagi Joe untuk menembus kegelapan dalam kabut tipis, Joe berjalan cepat melewati perdu dan semak belukar. Tidak layak disebut jalan setapak untuk ukuran manusia yang biasa berjalan di kebun, tapi lebih tepat berupa celah-celah semak belukar yang arahnya teratur meski berkelok di antara pepohonan yang berlumut tipis. Joe begitu awas memperhatikan setiap pijakan dan pegangan, telinga dan seluruh inderanya yang lain bekerja simultan untuk mendeteksi segala macam ancaman yang bisa saja menyerang dalam hitungan detik.
Kabut semakin menebal dan titik-titik air dari dedaun membasahi wajah Joe yang bercampur keringat, tapi Joe tidak berhenti walau hanya sekedar menarik nafas. Penerangan mulai terlihat dari jauh dari tenda Indri. Joe memperlambat jalannya, wajahnya terlihat lega meski berkeringat dan basah dari tetesan air dedaun yang merindangi seluruh bagian hutan ini.
Joe membasuh muka dan tangkuknya dengan aliran sungai yang segar, sambil mengisi botol aqua 1500 L yang tadi dibawanya sebagai persediaan air. Joe memperhatikan partikel kecil kotoran yang ikut masuk kedalam botol hasil riak air ketika botol air mineral dicelupkan kedalam cekungan kolam kecil di antara bebatu yang tersusun rapi dalam ketidak teraturannya.
Indri dan kedua sahabatnya, Octa dan Tari terdengar sesekali mengobrol dengan volume sedang, membicarakan sosok lelaki yang misterius yang menjadi kawan mereke; Joe. Tanpa mereka sadari Joe telah berada pada jarak yang bisa mendengar suara mereka.
“Indri, kau perhatikan gak itu bang Joe, kayak bukan manusia normal aja. Masak jam segini masih berkeliaran di hutan belantara kayak gini, kita aja yang udah beberapa kali kemari masih suka nyasar dan salah jalan. Padahal udah pake GPS untuk menandai setiap titik dalam jarak setiap 500 m”.
Octa, dengan terus terang memperlihatkan rasa penasarannya dalam pertanyaan yang diajukan kepada Indri. Indri hanya menoleh sejenak dan kembali hilang dalam lamunannya. Singkat sekali Indri merespon dengan tak acuh.
“Mungkin udah hafal dengan seluk beluk hutan ini, Ta.”
“Akh ini lelaki sama anehnya dengan kawannya yang ngejutin Octa tadi. Tapi ada nuansa aneh ketika memperhatikan segala gerak geriknya yang terlihat sangat santai tapi cekatan. Aku tidak pernah mendengar namanya disebutkan dikalangan MAPALA seuntoro kampus, biasanya kalo ada orang seaneh dia pasti langsung dikenal seluruh pegiat alam bebas di kampus ini. Siapa sebenarnya dia?. Untuk apa pula aku harus tau dia hantu dari mana?”.
Indri menghela nafas menyudahi pengembaraan pikirannya tentang sosok Joe.
“Assalamualaikum, kalian udah pada makan?”, dengan agak kikuk Joe menyapa sambil menatap wajah manis Indri. Lalu Joe melangkah pelan masuk kebawah shelternya dan mendudukkan dirinya di atas matras.
Kedatangan Joe sontak menghentikan pembicaraan mereka bertiga, dan menoleh kearah datang suara sambil menjawab salam secara serempak.
20.32
Indri, Octa, dan Tari mendekat kea rah Joe yang baru saja tiba dari melacak temannya. Satu persatu joe melepaskan perlengkapan yang tadi dikenakannya. Wajahnya nampak sedikit basah dan berkeringat, tapi dia terlihat baik-baik saja, setidaknya dengan expresinya yang datar dan kelem.
“gimana temannya bang Joe?. Apa dia baik2 saja atau dia terluka parah?” tanya Indri tidak sabaran, Indri tidak bisa tidak memperlihatkan wajah khawatirnya meski dengan gaya setenang mungkin.
“Iya, aku jumpai dia pingsan di semak-semak tadi dan membawanya turun ke tempat tinggalnya sebelum kebali ke mari. Agaknya besok pagi saya harus segera kembali ke sana, sebelum jam 07.00”. Joe menjelaskan dengan rinci tentang kondisi yang dialami Kasim sahabatnya.
Octa hanya diam mendengarkan penjelasan dari Joe, sementara Tari terlihat agak termenung, sedang memikirkan sesuatu.
“Bang Joe, sebenarnya siapa dia dan kok bisa dia ada di hutan ini hidup sendiri?. Sebenarnya abang udah kenal dia berapa lama?”. Tari mencecar Joe dengan pertanyaan yang sedari tadi sudah di pikirkannya
Sementara Joe menjelaskan awal mula perkenalannya dengan Kasim dan tentang siapa Kasim, Indri memperhatikannya dan menyimaknya dengan seksama seperti anak SD yang sedang mendengarkan dongeng the Atlantis.
“Hmmm lelaki ini memiliki charisma yang kuat dan tidak kupahami, wajahnya memang terbilang lumayan dengan rambutnya yang gondrong, tapi cool banget. Aku ingin tau lebih banyak tentang dia, tapi aku juga bingung gimana aku harus memulai bertanya tentang dia ya?”. Indri terus memperhatikan Joe dan cara Joe menceritakan hal ikhwal Kasim
“Oh ya, kalo kalian mau ikut besok, berarti kalian mesti siap berangkat besok paling telat jam 6 ya”, Joe menyela untuk mengingatkan keberangkatan esok hari
Joe hanya memperhatikan Indri dan kawan-kawannya yang bersiap hendak tidur, malam itu. Sambil sesekali menambahkan kayu kedalam unggun yang meliukkan api kecil yang menghangatkan malam dalam balutan kabut tipis.
Indri terlihat tidak hendak tidur, dia masih duduk membisu memperhatikan unggun kecil yang sesekali membesar. Sesekali Indri melirik ke arah Joe yang kelihatan cuek dan asik dengan peta kecil di tangannya, sambil mencorat-coret beberapa garis di atasnya. Sesekali mencatat apa-apa yang diperlukan dalam sebuah notes kecil.
“Gadis ini menarik, tapi kemungkinan besar gadis secantik dia sudah ada yang punya. Tapi itu bukan urusanku. Tidak ada gunanya masuk kedalam kehidupan pribadinya, hidupku sudah sedemikian rumit. Tapi kenapa aku merasa senang setiap aku memperhatikan semua gerak-gerik dia sih, ahhhhgg ini kacau…”
Joe terus larut dalam fikirannya sendiri…
16.15, Suatu Tempat di Banda Aceh
(Saat Ini)
Azan ‘ashar sudah berkumandang, dari mesjid yang letaknya di seberang jalan depan warung kopi tempat Joe dan dua rekannya ngobrol sedari siang tadi.
Tiba-tiba telpon di saku Joe bergetar sejenak. Tidak lama kening Joe sedikit berkerut melihat isi sms; Bang Joe, jalan ke pantai alue naga yuk, suntuk banget ni udah ma tugas “structure”. Rupanya sms Indri. Joe kelihatan bingun untuk membalas sms Indri.
Akhirnya Joe mengetik beberapa kata di layar ponselnya; Boleh sih, tapi aku gak ada kendaraan, sekarang di Express Kupi depan mesjid.
Di ujung sana, Indri kelihatan berseri menerima sms masuk dari sang pujaan.
“Aihhh ni lelaki, tumben mau jalan bareng sore ini. “Tunggu disana kau “lelaki” jangan berani kau terima ajakan perempuan lain”. Batin Indri sambil mengetik sebaris kalimat di layar ponselnya; Tnggu ya, Qu jmput 30 mnit lagi”
Indri bergegas berdandan, sederhana saja. Dan hatinya berbunga, meski dia tau persis Joe bisa saja tidak memiliki perasaan yang sama dengan dia.
Joe baru selesai sholat ‘Asar sambil berjalan ke warkop tempat dia nongkrong tadi dia membaca sebaris sms yang masuk dari Indri. Senyum indah menghiasi bibirnya, dan helaan nafas lega.
“Mungkinkah dia memiliki perasaan yang sama denganku, atau mungkin aku yang terlalu cepat terbawa perasaan ini”. Dengan perasaan hangat, Joe melangkah ke meja tadi dia duduk. Tidak ada lagi teman yang bersamanya tadi. Joe mengeluarkan sebuah notes kecil dan mencatat beberapa baris kalimat dalam rangkaian yang rapid an puitis.
“Haruskah aku mengutarakan perasaanku pada Indri atau aku harus menunggu sementar waktu aku memantapkan hatiku sendiri?”
Bersambung……
This is an Invitation to join #ccc for Guaranteed 👍 Daily Income 💵 and Payout 💸 for Newbies (2.0) 🐟 🐜 🐛 in #ccc 👣 and Follow 👣 the Honor Code 🏅 - the Creed (Conditions and Limits Inside)
AND
the latest update <<< please click to read.
With my best regard
@el-nailul
Hope for the best and prepare for the worst


Mari bergabung dengan kami di discord channel : https://discord.gg/78DZ3YQ
